Saturday, September 15, 2012

Matah Ati Solo

Hey there! In this post I'm going to tell you about "Matah Ati" a Javanese opera based on true story. Matah adalah nama latar tempat cerita ini terjadi, desa Matah, Wonogiri. And Ati means heart or love, yeaaa something like that ;)

Solo adalah kota ketiga diadakannya pentas sendratari Matah Ati. Yang beda dari pertunjukan sebelumnya, pertujukan Matah Ati Solo diadakan di pentas terbuka a.k.a outdoor. Bertempat di Pamedan Istana Mangkunegaran Solo, pentas Matah Ati diadakan selama tiga hari berturut-turut yaitu tanggal 8, 9, dan 10 September 2012. And you know what? Panitia menyediakan sekitar 5000 tiket festival GRATIS untuk tiap harinya. Jangan ditanya deh gimana perjuanganku, Aboy, dan Mita buat dapet tiket gratis ini. Mulai dari kehabisan tiket trus bertualang nyari tiket dari satu tempat ke tempat lain, sudah dapat 3 tiket tapi beda tanggal. Aaahh but how lucky we are! Akhirnya kami mendapat 3 tiket dengan tanggal sama, yaitu untuk tanggal 9 September 2012 (It's President SBY birth date, isn't it? Oh ok, forget it..)

Terima kasih banget-banget-banget buat Mas Soni (Solo Radio), mas-mas di rumah blogger, dan Ovi

Demi tempat yang nyaman saat menonton, aku, Mita, dan Aboy rela datang satu jam sebelum sendratari dimulai. Dan kami mendapatkan apa yang kami inginkan! Row 2 dan posisi tengah yeay! Everything looks so clear from our position ;)

Pertunjukan sendratari Matah Ati diawali dengan sembahyangan (doa bersama) mengenang 40 hari kepergian GPH Robertus Herwasto Kusumo (Gusti Heru), pendiri sanggar tari Soerya Soemirat. Doa bersama ini disampaikan dengan tata cara Jawa, di mana ada beberapa abdi dalem keraton yang membawa sesaji sambil diiringi tembang Jawa. Jujur aja aku sedikit ga ngerti apa yang sedang ditembangkan, karena syair tembangnya merupakan campuran bahasa Jawa dan bahasa Sansekerta.


Scene 1 dibuka oleh Rubiyah. Oh my God, she is just so gorgeous all the way! Her perfect dance include her wonderful voice makes me speechless for a while. Awalnya aku pikir yang nyanyi itu para sindhen, ternyata tidak! Oh my... I'm not sure I can do what she do, even I've practice for a year :P

Rubiyah bernyanyi pilu, menceritakan keinginannya menjadi seorang Putri Ningrat, padahal hal itu sangatlah tidak mungkin, mengingat dirinya hanyalah seorang rakyat biasa.

Singkat cerita, datanglah Raden Mas Said, seorang ksatria Surakarta ke desa Matah. Di situlah Raden Mas Said melihat Rubiyah untuk pertama kalinya dan Ia langsung jatuh cinta. Bayangan Rubiyah terus menghantui dirinya bahkan saat Ia sedang bertapa. Namun Raden Mas Said sadar akan kewajibannya sebagai ksatria Surakarta yang harus melindungi rakyatnya dari serangan para penjajah (Belanda).



Well, singkat cerita akhirnya Raden Mas Said dan Rubiyah bisa menikah sekalipun banyak ketidak setujuan karena adanya perbedaan kasta dan ketakutan akan terpecahnya konsentrasi Raden Mas Said dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang ksatria.

Semua dialog dibawakan dalam senandung tembang Jawa. Meskipun kadang ngerti kadang engga, tapi pertunjukan ini tetep aja AWESOME. Penonton yang kurang mengerti atau mungkin tidak mengerti sama sekali jalan cerita terbantu dengan adanya scene Mbok Memblem and the gank :D

 Kalau scene yang satu ini dialognya dibawakan tidak dalam tembang Jawa, melainkan melalui percakapan biasa menggunakan bahasa Jawa campur bahasa Indonesia. Scene ini sangat lucu dan sangat membantu penonton untuk semakin mengerti jalan cerita. Selain itu dialog antar mbok-mbok juga diselingi candaan cerdas mengenai isu-isu yang sedang terjadi di Indonesia, diantaranya tentang korupsi dan terorisme.
Panggung Matah atu didesain miring 15 derajat dengan bagian tengah panggung yang dapat terbuka. Tata suara yang oke punya ditambah tata cahaya yang so wow menambah kesempurnaan pentas ini, ditambah lagi api disana-sini yang membuat panggung seolah terbakar saat scene pertarungan antara pasukan Raden Mas Said dengan Belanda. WOW WOW WOW!

Ini adalah sendratari pertama yang aku saksikan sepanjang hidupku. Epic moment in my life! Mistisnya, mewahnya, semua dapet. Thanks to Atilah Soeryadjaya for directing this show dan juga Jay Subyakto, sang penata artistik yang sudah membuat malam 9 September ku menjadi so unforgetable :')
Standing ovation for the cast!

This show was dedicated to The late Gusti Heru. I'm sure, he must be so proud.
 
"Tiji tibeh, mati siji mati kabeh. Mukti siji mukti kabeh." - Raden Mas Said